Minggu, 23 Agustus 2009

KODE ETIK DAKWAH DI INTERNET

Disampaikan pada

WORKSHOP Gerakan Internet Sehat & Pelatihan Citizen Journalism

Bandung, 11 – 13 Agustus 2009

Oleh : Ir. H. Chriswanto Santoso, M.Sc.


PENDAHULUAN

Apabila dua orang manusia bercakap-cakap maka ada semacam ruang tiga dimensi di antara keduanya. Saat percakapan itu terjadi di telepon dan keduanya tak saling bertatap muka makaruang yang tercipta tidak lagi tiga dimensi. Yang terjadi di internet adalah komunikasi antar banyak orang yang tersebar di berbagai tempat yang secara fisik tidak diketahui pasti lokasinya maka ruang itu pun semakin abstrak atau maya. Itulah sebabnya William Gibson,seorang penulis fiksi ilmiah, menyebut internet sebagai cyberspace atau dunia maya. Layaknya dunia nyata, dunia maya pun punya penghuni yaitu berbagai data dan informasi serta berbagai benda yang secara fisik tidak ada namun memiliki status dan identitas tertentu.

Namun penghuni dunia maya terus bertambah setiap saat dan tidak mengenal batas. Etika yang dikenal di sini pun adalah seakan “ethical zero” alias tiada etika. Orang bebas memilih, disini kebajikan dan kebatilan berjalan secara beriringan. Situs-situs keagamaan bertebaran berdampingan dengan situs-situs kemaksiatan (seperti pornografi).2 Bahkan dalam perkembangannya, internet tidak lagi hanya digunakan untuk mencari data atau informasi yang dibutuhkan, namun bisa juga digunakan sebagai sarana untuk menghancurkan kekuatan musuh.

Sementara itu kehadiran internet sudah tidak bisa dicegah lagi, karena telah menjadi suatu peradaban baru dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global. Bahkan sebagian ahli mengungkapkan bahwa internet sudah menjadi bagian dari infrastruktur pembangunan di segala bidang, sehingga pada jaman maju ini, bilamana seseorang tidak bisa ber”internet” dan tidak menguasai bahasa Inggris bagaikan orang yang buta huruf. Hal inilah yang menempatkan internet bagaikan sebilah pisau yang sangat bermanfaat, sekaligus juga membahayakan si pemakai jika memakainya secara salah.

Timbullah sebuah pertanyaan, dijauhi ataukah dimanfaatkan? Mengingat internet hanyalah sebuah sarana/media, maka ketika pemikiran kita berangkat dari pemikiran yang positif, seyogjanya kita berlomba-lomba mengisi sebanyak-banyaknya “content” positif dalam sarana internet, sebagai perimbangan terhadap “content” negatif yang tidak mungkin dicegah lagi. “Content” positif inilah yang lebih spesifik dalam dunia Islam dikenal sebagai Dakwah.

Dengan demikian, makalah ini berangkat dengan pemahaman dasar Internet itu adalah sarana/medianya, sedangkan Dakwah adalah contentnya (muatannya).
baca selengkapnya >>>

baca selengkapnya...>>>